CARA MENJADI ISTRI YANG BAIK BAGI ISLAM
Sebuah pepatah mengatakan bahwa perhiasan yang paling indah adalah
wanita solehah. Dengan begitu, sudah jelas bahwa kata “solehah” lah yang
harus melekat pada ibu bila ingin menjadi istri dan ibu rumah tanggan
yang baik. Cara menjadi istri yang baik menurut islam adalah dimulai
dengan kata solehah ini. Selanjutnya, cara menjadi istri yang baik dalam
islam adalah “pretelan” dari istilah solehah tersebut karena banyak
lagi variabelnya. Berikut ini adalah Cara Menjadi Istri dan Ibu Rumah
Tangga yang sabar, baik, bijak, dan hebat menurut islam.
1. Patuh dan taat kepada suaminya.
Ini berarti apapun gelar dan titel yang ibu miliki, tidak harus
menjadikan alasan untuk tidak patuh terhadap suami. Hal tersebut
merupakan cara menjadi istri yang baik menurut agama islam. Namun, yang
menjadi perhatian di sini juga adalah patuh terhadap batasan batasan
yang ada dalam agama, tidak lantas jor joran dan kebablasan.
Perintah taat kepada suami, dinyatakan Allah:
“Laki-laki adalah pemimpin atas perempuan-perempuan karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka [laki-laki] atas sebagian yang lain
[perempuan] dan dengan sebab sesuatu yang telah mereka [laki-laki]
nafkahkan dari harta-hartanya. Maka perempuan-perempuan yang shaleh
ialah yang taat lagi memelihara diri dibalik belakang suaminya
sebagaimana Allah telah memelihara dirinya."
Bandar Domino QQ Online
2. Penuh kasih sayang selalu kembali kepada suaminya dan mencari
maafnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Maukah aku
beritahukan kepada kalian, istri-istri kalian yang menjadi penghuni
surga yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak anak, selalu kembali
kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia mendatangi suaminya
dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya berkata: “Aku tak
dapat tidur sebelum engkau ridha.” (HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa no.
257. Silsilah Al-Ahadits Ash Shahihah, Asy- Syaikh Al Albani
rahimahullah, no. 287)
3. Melayani suaminya (berkhidmat kepada suami) seperti menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.
Berkhidmat kepada suami ini telah dilakukan oleh wanita-wanita utama
lagi mulia dari kalangan shahabiyyah, seperti yang dilakukan Asma’ bintu
Abi Bakar Ash-Shiddiq radhiallahu ‘anhuma yang berkhidmat kepada
Az-Zubair ibnul Awwam radhiallahu ‘anhu, suaminya. Ia mengurusi hewan
tunggangan suaminya, memberi makan dan minum kudanya, menjahit dan
menambal embernya, serta mengadon tepung untuk membuat kue. Ia yang
memikul biji-bijian dari tanah milik suaminya sementara jarak tempat
tinggalnya dengan tanah tersebut sekitar 2/3 farsakh1. (HR. Bukhari no.
5224 dan Muslim no. 2182)
Demikian pula khidmatnya Fathimah bintu Rasulillah Shallallahu ‘alaihi
wa sallam di rumah suaminya, Ali bin Abi Thalib radhiallahu ‘anhu,
sampai-sampai kedua tangannya lecet karena menggiling gandum. Ketika
Fathimah datang ke tempat ayahnya untuk meminta seorang pembantu, sang
ayah yang mulia memberikan bimbingan kepada yang lebih baik: “Maukah aku
tunjukkan kepada kalian berdua apa yang lebih baik bagi kalian daripada
seorang pembantu? Apabila kalian mendatangi tempat tidur kalian atau
ingin berbaring, bacalah Allahu Akbar 34 kali, Subhanallah 33 kali, dan
Alhamdulillah 33 kali. Ini lebih baik bagi kalian daripada seorang
pembantu.” (HR. Al-Bukhari no. 6318 dan Muslim no. 2727)
4. Tidak memberikan Kemaluannya kecuali kepada suaminya.
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah
tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas
kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah,
jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah
(pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang
beriman.” (an-Nuur: 2-3).
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu
perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk,” (al-Israa': 32)
“Dan orang-orang yang tidak menyembah tuhan yang lain beserta Allah dan
tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan
(alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang
demikian itu, niscaya dia mendapat (pembalasan) dosa(nya), (yakni) akan
dilipat gandakan azab untuknya pada hari kiamat dan dia akan kekal
dalam azab itu, dalam keadaan terhina,” (al-Furqaan: 68-69).
“Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman
untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tiada akan menyekutukan
Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh
anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara
tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang
baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan kepada
Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah maha Pengampun lagi Maha
Penyayang,” (al-Mumtahanah: 12).

Tidak ada komentar:
Posting Komentar